Thursday, April 19, 2018

WAWASAN AL-HADITS TENTANG ILMU

A.    LATAR BELAKANG
      Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas tapi tidak tersentuh ilmu agama sama sekali, maka dia akan sangat mudah terkena bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi, bahkan merusak sesama manusia dengan berbagai tindak kejahatan. Disinilah alasan mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya diajarkan sejak kecil. Kalau bisa, ilmu agama ini lebih dulu diajarkan kepada anak sebelum anak tersebut menerima ilmu dunia. Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia membutuhkan terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT.
B.     WAWASAN AL-HADITS TENTANG ILMU
      Pentingnya belajar dan menuntut ilmu sudah sangat jelas diterangkan diberbagai dalil menuntut ilmu baik ayat suci Al-Quran maupun Hadist Nabi SAW. Allah SWT sendiri telah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah sebagai berikut
 يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ...
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
     Selain ayat tersebut, masih banyak sekali dalil hadits menuntut ilmu dimana didalamnya dijelaskan berbagai persoalan mengenai apa saja keutamaan menuntut ilmu, kewajiban menuntut ilmu dalam Islam (bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim), keutamaan mencari ilmu dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dibahas mengenai Hadits keutamaan menuntut ilmu dan peran nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan ilmu
1.      Hadits-hadits tentang keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu
a.       Ilmu merupakan salah satu kunci kesuksesan dunia dan akhirat
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ"
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu ; dan barangsiapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, maka harus dengan ilmu; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, maka harus dengan ilmu". (HR. Bukhari dan Muslim).
     Walaupun ada yang berpendapat bahwa Hadits ini dha’if,[1] namun setidaknya hadits ini bisa dijadikan motivasi kita untuk menuntut ilmu.
     Didalam hadits diatas disebutkan bahwa keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat salah satunya haruslah memilki ilmu.
     Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan di dunia. Ilmu pengetahuan merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Selain itu, segala sesuatu yang akan dikerjakan harus menggunakan ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu. Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu pengetahuan. Kewajiban tersebut berlaku sejak seseorang masih dalam kandungan hingga masuk ke liang lahat.
b.      Ilmu merupakan hal yang penting didalam Islam, sehingga memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu mulai dari buaian hingga keliang lahat:
اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ
                 Ketika seorang bayi masih berada dalam kandungan tentu saja ia tidak dapat menuntut ilmu sendiri. Ia menuntut ilmu bersama ibu yang mengandungnya. Ketika seorang wanita hamil menghadiri majelis ilmu, berarti anak yang dikandungnya juga turut menuntut ilmu. Kewajiban menuntut ilmu ini berlaku hingga bayi tersebut berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga ia menemui ajal dan dimasukkan ke liang lahat.
     Ilmu yang harus dituntut tidak terbatas pada ilmu agama. Ilmu agama sangat penting untuk dipelajari demikian halnya ilmu dalam bidang lain juga penting. Rasulullah saw. memerintahkan umat Islam agar menuntut ilmu sampai ke negeri Cina. Kita ketahui bersama bahwa Cina menawarkan ilmu pengetahuan dalam bidang pedagangan. Dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu yang harus dituntut bukan hanya ilmu pengetahuan agama, tetapi juga ilmu pengetahuan yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupan.
     Kewajiban menuntut ilmu selanjutnya dipertegas oleh Hadits Nabi Muhammad SAW:
...طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
... Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (H.R. Ibnu Majah).[2]
Hadits ini menegaskan bahwa setiap muslim wajib memiliki ilmu, sebab ibadah tanpa ilmu tidak akan ada artinya. Bahkan dalam hadits yang lain dipertegas lagi bahwa menuntut ilmu itu sangat diperintahkan walaupun sampai ke negeri Cina:
اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina.
Terlepas dari kedudukan hadits ini (shahih atau dha’if), ada beberapa hal yang dapat diambil pelajaran. Pertama: Menunjukkan bahwa Cina memilki peradaban ilmu yang juga memiliki kemajuan. Kedua: anjuran untuk menuntut ilmu sekalipun harus menempuh perjalanan yang sangat jauh[3].
c.    Ilmu yang kita miliki apabila diwariskan kepada orang lain, maka ilmu itu akan memberi manfaat kepada kita walaupun sudah meninggal dunia:
Disebutkan dalam Hadits ke-741 Kitab Bulughul Marom:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( إِذَا مَاتَ اَلْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالَحٍ يَدْعُو لَهُ )  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada orang meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (yang mengalir), atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan untuknya." Riwayat Muslim.
Hadits diatas menjelaskan salah satu dari keutamaan Ilmu, yaitu bisa dibawa sampai kita meninggal dunia.
d.      Orang yang berilmu akan dimudahkan jalan kesyurga
مْن سَلَكَ طَرْيقًا َيلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا ِإلىَ اْلجَنَّةِ (رواه مسلم
“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga” (HR Muslim)
     Hadits ini menjelaskan betapa mulianya orang yang mencari ilmu, sehingga akan dimudahkan baginya jalan kesyurga, sudah tentu orang yang berilmu juga akan lebih dimudahkan jalannya kesyurga.
e.      Ahli Ilmu Adalah Pewaris Para Nabi
     Yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Penyebutan para Nabi untuk menegaskan keutamaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di mana apa yang beliau bawa mencakup seluruh ajaran para Nabi. Yang diwariskan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukanlah dinar dan dirham tetapi ilmu berupa cahaya Al-Qur`an dan As-Sunnah.
     Dari Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
... إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
... Para ahli ilmu adalah perawis para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham tetapi mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya berarti telah mengambil keuntungan yang besar.”[4]
f.       Ahli Ilmu Dikecualikan dari Laknat
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا، إِلَّا ذِكْرَ اللَّهِ، وَمَا وَالَاهُ، أَوْ عَالِمًا، أَوْ مُتَعَلِّمًا
“Dunia terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, atau orang alim, atau pelajar.”[5]
g.      Lebih utama dari ahli ibadah
     Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ
“Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamanku atas orang paling rendah dari kalian.”[6]
2.      Peran nabi Muhammad dalam menyebarkan ilmu
                        Bayangkan bagaimana kita berpeluang mendapat kurniaan hidayah dan menikmati keilmuan Islam. Sudah tentulah melalui dakwah dan pendidikan yang sampai kepada kita melalui lapisan-lapisan  pendakwah/guru sejak bermula dari Nabi Muhammad s.a.w. melalui sahabat-sahabat baginda seterusnya turun ke bawah lapisan-demi lapisan hingga kepada kita yang kini sudah memanjang masa hingga saat ini.
                        Rasulullah SAW telah mencapai puncak keilmuan. Sebagai utusan Allah, Beliau mengetahui hukum Al-Quran sampai sedetail-detailnya kemudian menyampaikan serta menjelaskannya kepada manusia. Oleh karena itu, Rasulullah SAW merupakan teladan sekaligus sumber rujukan utama dan pertama bagi segenap kaum Muslimin, baik yang hidup sezaman dengannya maupun generasi-generasi kemudian.
                        Dalam sebuah hadis riwayat at-Thabrani, Nabi Muhammad SAW mengimbau segenap kaum Muslim, "Jadilah engkau orang yang berilmu atau orang yang belajar, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka kamu akan binasa".
                        Sebagai sumber ilmu-ilmu agama Islam, Rasulullah SAW menumbuhkan dan mengembangkan sunnah sebagai referensi bagi kehidupan umat manusia hingga akhir zaman. Rasulullah SAW mendidik umatnya melalui sunnah agar mereka selamat di dunia dan akhirat.
                        Sebagai pendidik, Nabi Muhammad SAW menerapkan sejumlah prinsip yang dapat ditiru oleh orang-orang saat ini. Pertama, kemudahan akses. Rasulullah SAW hidup berbaur dengan umatnya, baik di Makkah, Madinah, atau di daerah manapun yang sempat disinggahi Beliau. Dalam memberikan pengajaran, Rasulullah SAW tidak menempatkan hijab antara diri beliau dan para sahabat.
                        Nabi SAW juga tidak pernah menghalangi seseorang dari menjumpai Beliau hanya lantaran status sosialnya. Malahan, Rasulullah SAW memilih tempat-tempat yang strategis sebagai lokasi majelis ilmu.
                        Kedua, keanekaan peran. Kadangkala, Rasulullah SAW tidak cukup hanya berperan sebagai pendidik. Seringpula, beliau menjalankan fungsi selaku hakim, pemberi saran, atau pemimpin yang memberikan instruksi. Ini semua bergantung pada konteks keadaan dan persoalan yang sampai kepadanya.
                        Ketiga, yakni efektivitas. Rasulullah SAW selalu peka terhadap kapasitas lawan bicaranya. Beliau berbicara dengan memerhatikan kadar kemampuan akal mereka. Sebab, tiap orang memiliki tingkat pengetahuan dan konteks yang berbeda-beda. Dengan memerhatikan hal itu, penyampaian ilmu atau pesan-pesan tidak akan menimbulkan kesalahpahaman.
                        Jadi, kalau berbicara masalah peran nabi Muhammad SAW dalam pengembangan ilmu pengetahuan, ini berarti berbicara masalah peran Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hanya saja disini membahas fungsi pribadi Rasulullah SAW.
Rasulullah sebagai guru dan pendidik
            Sebuah ajaran, prinsip dan nasehat tidak akan bisa dibuktikan kebenaran dan kekuatannya selama ia belum pernah diaplikasikan. Aplikasi dan keteladanan yang nyata dari tokoh pembawa ajaran akan menjadi bukti paling kuat dan tak terbantahkan bahwa sebuah ajaran layak dianut karena ia telah membuktikan dirinya sebagai ajaran yang benar dan realistis.
            Islam memiliki tokoh serta teladan dimana seluruh sisi kehidupannya dapat dijadikan contoh oleh para pengikutnya, sehingga ajarannya tidak bersifat khayalan, melainkan terwujud dalam tataran realitas. Dan itu semua nampak dalam pribadi Nabi Muhammad Saw.
            Maka fungsi utama diutusnya Rasulullah Saw adalah untuk menjadi bukti hidup dan contoh nyata dari seluruh ajaran dan syariat Allah SWT yang diturunkan melalui wahyu-Nya. Rasulullah Saw telah memperagakan semua ajaran yang diterimanya dari Allah SWT, hal ini menjadi bukti bahwa Syariat Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti Islam dengan dalih ajarannya dinilai berat dan di luar batas kemampuan manusia.
            Rasulullah Saw adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Ia adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah. Tapi dari sekian banyak peran beliau, peran paling utama dan esensial adalah peran sebagai seorang pendidik atau guru.
            Bukti hal ini bisa dilihat pada firman Allah Swt berikut ini:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Qs. Al-Jumuah [62]: 2)
Ada tiga peran utama Rasulullah Saw yang tertera dalam di atas:
a.       Membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka
b.      Mensucikan mereka
c.       Mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).
Ketiga peran itu tersimpul dalam satu kata “Mendidik”
                        Menurut Syekh Moh. Abduh sebagaimana dikutip oleh Moh. Quraish Shihab, memahami ayat tersebut sebagai bentuk kekuasaan. Kebijaksanaan dan ke-Esaan-Nya. Kemudian (membacakan ayat-ayat tersebut) dalam arti menjelaskannya dan mengarahkan jiwa manusia untuk meraih manfaat, pelajaran darinya. Sedangkan makna (mensucikan mereka) adalahmembersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lainyang merajalela pada masa jahiliyah, sedangkan (mengajar kitab) dipahami oleh Moh. Abduh sebagai mengajar tulis menulis dengan pena, karena sesungguhnya agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan penadan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat. Adapun (hikmah), maknanya menurut Abduh adalah rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahuan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta pengamalan..[7]
                        Senada dengan ayat diatas, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ali Imran: 164
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
                       

                        “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
                        Ini adalah karuania yang paling besar, dimana Rasul yang diutus kepada mereka itu adalah dari jenis mereka sendiri sehingga dengan demikian mereka akan dapat berkomunikasi dan menjadikannya tempat rujukan dalam memahami firman-firman-Nya.[8]
                        Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. diutus oleh Allah SWT. kepada umatnya untuk menanamkan ilmu sekaligus mensucikan jiwa mereka. Mensucikan berarti membersihkan dari sifat-sifat buruk yang merupakan kebiasaan sebagian besar masyarakat Makkah pada masa itu, seperti syirik, dengki, takabur serta prilaku buruk lainnya seperti ,mabuk-mabukan, merampas hak orang lain dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW. membongkar pola pikir masyarakat penyembah berhala hingga mereka menyadari akan kewajiban-kewajibannya menyembah Allah SWT. sebagai pencipta, pengatur, pemelihara umat manusia. Pensucian jiwa dan penyadaran sikap bertauhid dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan pengajaran dan pendidikan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
                        Bahkan ayat yang pertama turun kepada Nabi Muhamad Saw yaitu ayat 1-5 Surat Al-‘Alaq. Ayat ini menegaskan bahwa Islam dibangun di atas pondasi Ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi tujuan diutusnya Nabi adalah menunjukkan manusia kepada kebenaran dan mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya ilmu dan pengetahuan.
                        Maka tidak heran jika Nabi Muhammad Saw mengutamakan ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Rasulullah Saw bersabda: “Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kaku dan keras akan tetapi mengutusku sebagai seorang pendidik dan mempermudah”.[9]
                        Rasulullah Saw bahkan menjadikan ilmu dan belajar sebagai hak dalam bertetangga, maka seorang tetangga wajib menghilangkan buta huruf dari tetangga yang lain.
                        Dari Abu Musa Al-Asyari bahwa Nabi Saw bersabda: “Bagaiamankah keadaan suatu kaum yang tidak mengajarkan tetangga mereka, tidak menasihati mereka, tidak beramar makruf dan nahi mungkar kepada mereka. Dan bagaimanakah keadaan suatu kaum yang tidak belajar dari tetangga mereka, dan tidak meminta nasehat kepada mereka? Demi Allah, Suatu kaum hendaknya mengajarkan tetangga mereka, memberikan nasehat dan beramar makruf dan nahi mungkar kepada mereka dan hendaknya suatu kaum belajar dari tetangga mereka dan meminta nasehat mereka. Jika tidak maka akan disegerakan hukuman di dunia”. (HR. Ath-Thabrani)
                        Rasulullah Saw juga mengajarkan agar seorang guru mendidik dengan dengan cara yang lemah lembut, luwes dan tidak keras. Sebagaimana sabda Nabi Saw berikut:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
Dari Abu Musa berkata: Jika Rasulullah Saw mengutus seseorang dari para Sahabatnya dalam suatu perkara, beliau bersabda: “Berikanlah berita gembira dan jangan membuat orang lari, permudahlah orang lain jangan engkau persulit”. (HR. Bukhari)[10]















[1] Abi Ubaidah, Hadits-Hadits Dho’if Populer (Bogor: Media Tarbiah, 2000) hlm. 53-61
[2] Ahmad Jamin, Filsafat Ilmu, (Bandung: Alfabeta. 2016), hlm.68
[3] Rihlah (melakukan perjalanan jauh) untuk menuntut ilmu adalah kebiasaan para ulama salaf terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka, bahkan tak sedikit diantara mereka yang menempuh perjalanan berbulan-bulan hanya untuk mencari satu hadits. Cukuplah sebagai contoh, perjalanan Nabi Musa untuk menemui Nabi Hidhir dalam rangka menuntut ilmu yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Kahfi.

[4] HR. At-Tirmidzi no. 2682, Abu Dawud no. 3641, dan Ibnu Majah no. 223. Dishahihkan Syaikh Al-Albani
[5] HR. Ibnu Majah no. 4112 dan dihasankan Syaikh Al-Albani, bisa juga diakses: https://thaybah.id/2016/02/21-dalil-shahih-tentang-keutamaan-ilmu-dan-ahli-ilmu-1/
[6] HR. At-Tirmidzi no. 2685 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Vol. 14, hlm. 220
[8]  Abdullah bin Muhammad, Tafsir ibnu Katsir (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2003), cet. 2, jilid 2, hlm. 181
[9] HR. Muslim No 2703
[10] Imam Muhammad, Shahih Al-Bukhari, (Surabaya: Pustaka Adil, 2010), hlm. 51

Wednesday, February 14, 2018

LINGKUP PENELITIAN PENDIDIKAN



MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN


Tentang:

LINGKUP PENELITIAN PENDIDIKAN







Oleh:
Angga Hardianto



Dosen Pembimbing:
Dr. Dairabi Kamil, M.Ed



FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018 



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Bidang pendidikan termasuk rumpun ilmu perilaku, suatu rumpun ilmu yang mengkaji aktivitas manusia. Lingkup kajian aktivitas manusia sangatlah luas, mencakup aktivitas manusia sebagai individu atau kelompok, sebagai kesatuan etnis, bangsa, atau ras, dalam lingkup geografis, administratif atau sosial-budaya, dalam satuan organisasi, institusi, pemerintahan, berkenaan dengan kegiatan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, keamanan, keagamaan, kesejahteraan masyarakat, dll.
Dalam makalah ini akan dibahas ruang lingkup penelitian pendidikan dan selanjutnya dijelaskan masalah penelitian pendidikan dan masalah penelitian pendidikan karakter.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan ?
b.      Apa Masalah-masalah Penelitian Pendidikan ?
c.       Apa Masalah-masalah Penelitian Pendidikan Karakter ?














BAB II
PEMBAHASAN
Penelitian pendidikan berasal dari bahasa Inggris “reseach” (re berarti kembali dan search berarti mencari). Dengan demikian, reseach berarti mencari kembali.
Dalam arti yang luas, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis, untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.dengan demikian penelitian pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis, logis dan berencana untuk mengumpulkan,mengolah, menganalisis dan mnyimpulkan data dengan menggunakan metode tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang timbul dalambidang pendidikan.[1]
A.  Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan
1.        Pendidikan sebagai suatu sistem
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari orang lain. Secara kodrati, manusia akan selalu hidup bersama dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan seperti itulah terjadi interaksi manusia, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya maupun interaksi dengan Tuhan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Salah satu bentuk interaksi manusia yang dilakukan secara sengaja adalah pendidikan. Manusia sadar bahwa tanpa pendidikan, perkembangan dan pertumbuhan potensi kemanusiaannya akan berjalan lamban dan tidak optimal.
Secara operasional, proses pendidikan terjadi dengan melibatkan berbagai unsur dan senantiasa terkait dengan fenomena sosial lainnya. Oleh karena itu, pendidikan juga dapat dipahami dari pendekatan sistematik bahwa pendidikan merupakan salah satu bentuk sistem sosial. Sistem juga dapat diartikan sebagai suatu unsur atau komponen yang saling berinteraksi secara fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran. Menurut definisi tradisional, sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
Para ahli lain mengemukakan pengertian sistem sebgai berikut:
1.      Sistem adalah suatu kesatuan yang terorganisasi terdidri atas sejumlah komponenn yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan yang hendak dicapai.
2.      Sistem adalah sekelompok objek/bagian/komponen yang terindependen dan berhubungan satu sama lain.
3.      West Churchman mengatakan bahwa sistem adalah seperangkat bagian yang telah dikoordinasikan untuk mencapai seperangkat tujuan.
Sebuah sistem memiliki ciri-ciri diantaranya adalah
1.      Tujuan,
2.      Fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan
3.      Komponen-komponen
4.      Interaksi atau saling berhubungan
5.      Penggabungan yang menimbulkan jalinan paduan
6.      Proses transformasi
7.      Umpan balik untuk koreksi
8.      Daerah batasan dan lingkungan.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan.
2.        Komponen-komponen proses pendidikan
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara faktor-faktor yang terlibat didalamnya guna mencapai tujuan. Proses sederhana yang menggambarkan interaksi unsur pendidikan dapat dilihat secara jelas dalam proses belajar yang terjadi dalam lembaga pendidikan formal, tepatnya dikelas, yaitu manakala guru mengajarkan nilai-nilai ilmu dan keterampilan kepada anak didik, dan anak didik menerima pengajaran tersebut terjadilah apa yang dinamakan proses belajar.
Ruang lingkup penelitian pendidikan dilihat dari faktor atau komponen pendidikan adalah dasar dan tujuan, pendidik, anak didik, materi, metode, alat dan lingkungan.
a.       Dasar dan tujuan pendidikan
1)      Dasar Pendidikan.
Dasar yang menjadi acuan pendidikan harus merupakan sumber nilai lebenaran dan kekuatan yang dapat mengantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang universal tentang seluruh aspek kehidupan manusia, serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan pendidikan yang selama ini berjalan.
2)      Tujuan pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981). Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.


b.      Peserta Didik
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di atas.
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut :
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbdeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
c.       Pendidikan
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebgai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidi adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.


d.      Metode Pendidikan
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik, yaitu :
1)      Metode Diktatoral
Metode ini bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembangan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor luar manusia. Metode ini menimbulkan sikap dictator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
2)      Metode Liberal
Bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Membiarkan anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas.
3)      Metode Demokratis
Bersumber dari teori konvergen yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Didalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan anak. Disini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
e.       Isi Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll.


f.       Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen pendidikan yang lain.   
g.      Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga  tujuan pendidikan akan mudah dicapai. Misalnya laboratorium  lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet dll. [3]
Penelitian dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada aplikasi dari konsep dan teori. Penelitian demikian ini dikelompokkan sebagai penelitian terapan atau applied research.
Ruang lingkup dan kajian pendidikan, diantaranya: komponen-komponen proses pendidikan dan penelitian bidang pendidikan. Komponen-komponen proses pendidikan tersebut meliputi: interaksi pendidikan, tujuan pendidikan, lingkungan pendidikan, dan pergaulan pendidikan. Sedangkan penelitian bidang-bidang pendidikan, antara lain meliputi: penelitian bidang ilmu dan praktek pendidikan, akan dijelaskan dalam uraian berikut.
1. Penelitian Bidang ilmu dan Praktik Pendidikan
Penelitian dalam bidang pendidikan  banyak yang lebih diarahkan pada aplikasi dari konsep dan teori. Penelitian demikian ini dikelompokkan  sebagai penelitian terapan atau  applied research. Disamping dua jenis penelitian di atas dalam bidang ini  dapat juga mengevaluasi pelaksanan atau keberhasilan  suatu sistem, ketepatan penggunaan suatu sistem, program model, metode, media, instrumen, dsb.

a. Pendidikan Teoritis
Penelitian yang diarahkan pada kajian bidang pendidikan teoritis ini, antara lain meliputi:
1)      Kajian filosofis tentang pendididikan: idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme.
2)      Pendidikan dalam orientasi: tranmisi, transaksi, dan tranformasi.
3)      Konsep-konsep pendidikan, perenialisme, esensialisme, romantisme, progresivisme, teknologi pendidikan dan pendidikan pribadi. 
b. Pendidikan Praktis
Pengelompokan bidang pendidikan praktis tersebut, sebagai berikut:
1)      Berdasarkan lingkungan dan kelompok usia 
2)      Berdasarkan jenjang
3)      Berdasarkan Bidang Studi
2. Penelitian Bidang Ilmu, Praktik Kurikulum dan Pembelajaran
Pada umumnya penelitian dalam bidang kurikulum dan pengajaran/pembelajaran diarahkan dari aplikasi dari teori atau konsep sebagai penelitian terapan atau  applied research.  Selain itu,  dalam penelitian bidang kurikulum dan pengajaran, dapat juga dilakukan  penelitian  evaluasi, misalnya untuk mengevaluasi pelaksanaan atau keberhasilan suatu  model desain kurikulum/pembelajaran, implementasi kurikulum, ketepatan penggunaan suatu model, metode, media pembalajaran, instrumen evaluasi.
3. Lingkup penelitian Kurikulum dan Pembelajaran
Syaodih (2005) membagi lingkup penelitian kurikulum dan pembelajaran terdiri dari: kurikulum teoritis dan  kurikulum praktis, meliputi: kurikulum sebagai rencana (curriculum design), penyusunan kurikulum, implementasi kurikulum, evaluasi dan penyempurnaan kurikulum, serta manajemen kurikulum.
a. Kurikulum Teoritis (penelitian dasar)
1)      Teori-teori desain dan rekayasa kurikulum 
2)      Teori-teori pengajaran/pembelajaran 
3)      Teori-teori belajar 
4)      Teori-teori evaluasi
b. Kurikulum Praktis (penelitian terapan dan evaluasi)
1)      Kurikulum sebagai rencana (curriculum design)
2)      Penyusunan Kurikulum
3)      Implementasi Kurikulum
4)      Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum
5)      Manajemen kurikulum
4. Penelitian Bidang Ilmu dan Praktik Bimbingan dan Konseling
Lingkup Bidang Bimbingan dan Konseling (BK), meliputi: bimbingan konseling teoritis dan bimbingan konseling praktik. Berikut akan dijabarkan secara rinci, baik bimbingan konseling teoritis maupun praktik. [4]
a.      Bimbingan konseling teoritis, meliputi:
1)        Teori bimbingan 
2)        Teori konseling 
3)        Teori kepribadian 
4)        Teori perkembangan 
5)        Teori balajar 
6)        Teori pengukuran 
b.        Bimbingan konseling praktik:
1)      Berdasarkan layanan
a)      Layanan pengukuran dan pengumpulan data
b)      Layanan Pemberian informasi 
c)      Layanan penempatan 
d)     Layanan konseling 
e)      Layanan pengembangan 
5. Penelitian Bidang Ilmu dan Praktik Manajemen Pendidikan
Kajian terhadap bidang ilmu dan praktik manajemen tersebut yang menjadi perhatian dalam penelitian pendidikan dirinci sebagai berikut. [5]

a. Lingkup manajemen pendidikan teoritis
b. Lingkup manajemen pendidikan teoritis praktis
1)  Kepemimpinan
2)  Modelmodel manajemen
3)  Berdasarkan proses manajemen
4)  Berdasarkan komponen/ segi pengelolaannya manajemen program pendidikan
5)  Berdasarkan komponen pendidikan 
B.  Masalah-masalah Penelitian Pendidikan
Masalah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis menurut Sugiyono (1994 : 36-39), antara lain :
1.      Permasalahan Deskriptif
Permasalahan deskriptif merupakan permasalahan dengan variabel mandiri baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Dalam penelitian ini, peneliti tidak membuat perbandingan variabel yang satu pada sampel yang lain, hanya mencari hubungan variabel yang satu dengan variabel yang lain.
2.      Permasalahan Komparatif
Permasalahan ini merupakan rumusan masalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda pada waktu yang berbeda.
3.      Permasalahan Asosiatif
Merupakan rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan, yaitu
a.       Hubungan simetris adalah suatu hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama.
b.      Hubungan kausal Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi),
c.       Hubungan interaktif/ resiprocal/ timbal balik Hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Di sini tidak diketahui mana variabel independen dan dependen,
John Dewey dan Kerlinger (dalam Sukardi, 2009:21) mendefinisikan bahwa permasalahan adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para peneliti; permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan. Secara umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah sebagai  antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan yang ada (Setyosari, 2010:53). Misalnya, diharapkan bahwa peserta didik memperoleh nilai skor rata-rata 80 dalam suatu ujian. Ternyata, skor rata-rata yang dicapai peserta didik hanya sebesar 60. Ini berarti ada kesenjangan. Rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena untuk mencapai ketuntasan minimal (KKM) mereka harus mendapatkan skor minimal, misalnya 75. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab masalah rendahnya skor rata-rata tersebut?.
Tujuan penelitian memegang peranan yang sangat penting karena merupakan arah dan sasaran yang harus dicapai. Tujuan umum penelitian pendidikan adalah untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, konsep, prinsip dan generalisasi tentang pendidikan, baik berupa teori maupun praktik. Secara khusus, tujuan penelitian pendidikan bergantung kepada permasalah pendidikan.[6]
Dalam mencapai tujuan penelitian pendidikan, tidak lepas dari masalah yang dihadapi oleh peneliti. Masalah dalam penelitian pendidikan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan bidang pendidikan, Sukardi (2009:22-24), menyebutkan antara lain:
1.       Pengalaman seseorang atau kelompok. Pengalaman mengajar di kelas, pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Pengalaman orang yang telah lama menekuni bidang profesi pendidikan dapat digunakan untuk membantu mencari permasalahan yang signifikan diteliti.
2.       Lapangan tempat bekerja. Tempat-tempat dimana seseorang maupun peneliti bekerja adalah juga merupakan salah satu sumber permasalahan yang baik. Para peneliti dapat melihat secara langsung, mengalami dan bertanya pada satu, dua, atau banyak orang dalam pekerjaannya. Seorang guru misalnya, akan merasakan bahwa sekolah dan komponen yang berkaitan dengan tercapainya tujuan sekolah dapat dijadikan sebagai sumber penelitian.
3.       Laporan hasil penelitian. Sumber yang ketiga untuk memperoleh permasalahan yang signifikan adalah perpustakaan atau internet di mana hasil-hasil penelitian para peneliti berada. Dari hasil penelitian, yang biasanya dalam bentuk jurnal, biasanya disamping ada hasil temuan yang baru juga ada kemungkinan penelitian yang direkomendasikan karena berkaitan dengan hasil penelitian yang telah ada. Dari banyaknya laporan penelitian, seorang peneliti dimungkinkan dapat memperoleh gambaran permasalahan yang baik untuk diteliti.
4.       Sumber-sumber yang berasal dari pengetahuan orang lain. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lain di luar bidang yang dikuasai seringkali memberikan pengaruh munculnya permasalahan penelitian. Misalnya, gerakan reformasi yang muncul setelah Orde Baru, ternyata telah memunculkan dan mempengaruhi sikap dan tuntutan para guru untuk memperoleh gaji dan status profesi yang lebih baik. Era global telah mempengaruhi mobilitas dan transformasi tenaga kerja di beberapa negara, serta telah mempengaruhi sistem pendidikan dan sistem penilaian lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Gerakan hak asasi manusia di masyarakat telah mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat menjadi lebih berani dalam mengajukan hak-haknya yang telah lama hilang.
Namun demikian, masalah yang bersumber dari tempat yang tepat belum tentu semuanya dapat digunakan sebagai masalah penelitian, maka perlu adanya identifikasi masalah oleh peneliti.

C.      Masalah-masalah Penelitian Pendidikan Karakter
Bila ditelusuri asal karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani “character” dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, atau bermakna bawan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Sementara menurut istilah (terminologis) terhadap beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Hornby and Parnwell (1972) mendefinisikan karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.
2.    Tadkirotun Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behaviors), motivasi (motivation), dan keterapilan (skills).
3.    Hermawan Kartajaya (2010) mendefinisikan karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda taua individu (manusia). Chiri khas tersebut adalah asli, dan mengakar kepada kepribadian benda atau indivisdu tersebut yang merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespons sesuatu.
4.    Simon Philips (2008) karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
5.    Doni Koesoema A. (2007) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian  dianggap sebagai ciri atau karateristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
6.    Winnie memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorng bertingkah laku. Apabila seseorang bertingkah laku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang yang baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
7.    Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketiak muncul tidak perlu dipikirkan lagi.[7]
Beradasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dimaknai bahwa karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan orang lain.
Empat nilai karakter yang paling terkenal dari Nabi penutup zaman adalah shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathanah (menyatukan kata dan perbuatan).
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah merumuskan 18 nilai karakter yang tertuang dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (Kemeterian Pendidikan Nasional, 2010).
1.      Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lainnya, serta hidup rukun dan berdampingan.
2.      Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3.      Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perberdaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4.      Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan dan tata tertib yang berlaku.
5.      Kerja keras, yakni yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang sampai darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6.      Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7.      Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggug jawab kepada orang lain.
8.      Demokratis, yakni sikap dan cara berfikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9.      Rasa ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keinginan terhadap segala yang dilihat, didengar dan dipelajari secara lebih mendalam.
10.  Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
11.  Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12.  Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.
13.  Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui kemunikasi yang santun sehingga tercipta kerjasama secara kolaboratif dengan baik.
14.  Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15.  Gemar membaca, yakni kebiasaan denga tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik nuku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16.  Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17.  Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatanyang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya baik yang terkait dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun negara.[8]
Pendidikan karakter merupakan program baru yang diprioritaskan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai program baru masih menghadapi banyak kendala. Kendala-kendala tersebut adalah:
1.      Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum terjabarkan dalam indikator yang representatif. Indikator yang tidak representatif dan baik tersebut menyebabkan kesulitan dalam mengungukur ketercapaiannya.
2.      Sekolah belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan visinya. Jumlah nilai-nilai karakter demikian banyak, baik yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, maupun dari sumber-sumber lain. Umumnya sekolah menghadapi kesulitan memilih nilai karakter mana yang sesuai dengan visi sekolahnya. Hal itu berdampak pada gerakan membangun karakter di sekolah menjadi kurang terarah dan fokus, sehingga tidak jelas pula monitoring dan penilaiannya.
3.      Pemahaman guru tentang konsep pendidikan karakter yang masih belum menyeluruh. Jumlah guru di Indonesia yang lebih 2 juta merupakan sasaran program yang sangat besar. Program pendidikan karakter belum dapat disosialisaikan pada semua guru dengan baik sehingga mereka belum memahaminya.
4.      Guru belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain nilai-nilai karakter umum, dalam mata pelajaran juga terdapat nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan guru pengampu. Nilai-nilai karakter mata pelajaran tersebut belum dapat digali dengan baik untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran.
5.      Guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk mengintegrasikan nilai-niai karakter pada mata pelajaran yang diampunya. Program sudah dijalankan, sementara pelatihan masih sangat terbatas diikuti guru menyebabkan keterbatasan mereka dalam mengintegrasikan nilai karakter pada mata pelajaran yang diampunya.
6.      Guru belum dapat menjadi teladan atas nilai-nilai karakter yang dipilihnya. Permasalahan yang paling berat adalah peran guru untuk menjadi teladan dalam mewujudkan nilai-nilai karakter secara khusus sesuai dengan nilai karakter mata pelajaran dan nilai-nilai karakter umum di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Penelitian dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada aplikasi dari konsep dan teori sehingg dikelompokkan sebagai penelitian terapan atau applied research. Selain penelitian bidang ilmu dan praktek pendidikan, juga dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanan atau keberhasilan suatu sistem, ketepatan penggunaan suatu sistem, program model, metode, media, instrumen pembelajaran.
Dalam mencapai tujuan penelitian pendidikan ada beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian diantaranya pengalaman seseorang atau kelompok, lapangan tempat bekerja, laporan hasil penelitian, sumber-sumber yang berasal dari pengetahuan orang lain.
Dan dalam penelitian pendidikan karakter kendala yang dihadapi diantaranya nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum dikembangkan dengan baik dan juga belum memadainya penerapan nilai-nilai karakter di sekolah.


[1] Amirul Hadi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia. 1998), h. 12.
[2] Mahmud, MetodePenelitian Pendidikan,(Bandung:Pustaka Setia.2011), h. 51
[3] Ibid, 52
[4]  Nana Syoadih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005), h. 45
[5] Ibid, 46
[6] Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011), h. 5
[7] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta. 2004), h. 2-3.
[8] Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013), h. 9.