Friday, December 1, 2017

HUBUNGAN KEPRIBADIAN MANUSIA DENGAN KARAKTER



MAKALAH

KONSEP DAN TEORI PENDIDIKAN KARAKTER


Tentang:

HUBUNGAN KEPRIBADIAN MANUSIA DENGAN KARAKTER







Oleh:
Angga Hardianto
NIM. 211017011


Dosen Pembimbing:
Dr. H. Masnur Alam, M.PdI
NIP. 19560215 198603 1 003



FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018




HUBUNGAN KEPRIBADIAN MANUSIA DENGAN KARAKTER:
Definisi dan Aspek-aspek Kepribadian (Kepribadian Yang Sehat, Sakit dan Dewasa), Dinamika Kepribadian (Sikap, Sifat, Temperamen dan Watak), Kesehatan Mental (Karakteristik dan Gangguan Kesehatan Mental),
Karakter Sebagai Pembentuk Kepribadian Manusia,
Kepribadian Manusia Perspektif Pendidikan Islam.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW, merupakan pribadi yang memiliki karakter yang perlu diteladani. Bahkan Allah SWT, menetapkan bahwa Nabi Muhammad SAW, sebagai suri teladan yang baik:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab (33) : 21)
Bung Karno sebagai salah satu bapak pendiri bangsa (founding fathers) dalam berbagai kesempatan mengingatkan bangsa Indonesia akan pentingnya Kepribadian dan karakter.
Pembangunan watak bangsa sangat diperlukan, tidak hanya bersifat horizontal tetapi juga bersifat vertikal. Dengan karakter yang tangguh, bangsa Indonesia akan dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain, bahkan bukan tidak mungkin dapat melampaui kemajuan bangsa lain. Cita-cita mulia sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa,yaitu mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, bukanlah impian kosong.
"Cita-cita mulia ini memberi dorongan kepada bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dankeadilan sosial.[1]
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 Tentang  Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secarasistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehinggamampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Melihat masyarakat Indonesia lemah sekali dalam penguasaan softskill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri
1.2. Rumusan Masalah
a.       Jelaskan hubungan kepribadian manusia dengan karakter.
b.      Jelaskan aspek-aspek kepribadian (kepribadian yang sehat, sakit dan dewasa)
c.       Jelaskan dinamika kepribadian (sikap, sifat, tipe, temperamen dan watak)
d.      Jelaskan tentang kesehatanmental (karakteristik dan gangguan kesehatan mental)
e.       Jelaskan tentang karakteristik sebagai pembentuk kepribadian manusia.
f.       Jelaskan tentang kepribadian manusia perspektif pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Hubungan kepribadian manusia dengan karakter
Kepribadian dalam bahasa Inggris yaitu Personality.  Kata personality  sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Disini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya.
            Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan:
a.       Identitas diri, jati diri seseorang, seperti: “Saya seorang yang terbuka” atau “Saya seorang pendiam
b.      Kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain,sepert: “Dia agresif” atau “Dia jujur”.
c.       Fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah,seperti: “Dia baik” atau “Dia pendiam”.[2]
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik  (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam prilaku.
Karakter memancar dari hasil olahpikir, olahhati, olahraga, serta olahrasa dan karsa seseorang atau sekelompokorang.[3]
Hubungan antara kepribadian dan karakter dapat diilustrasikan sebagai sebuah gunung es. Puncak gunung es (kepribadian) adalah apa yang pertama kali dilihat orang. Meskipun citra, teknik, dan keterampilan bergaul dapat mempengaruhi keberhasilan penampilan anda, bobot dari efektivitas yang sesungguhnya terletak pada karakter yang baik. Karakter dalam khasanah Islam sering disebut dengan tabiat, sedangkan kepribadian dalam khasanah islam sering disebut juga akhlaq. Akhlaq menurut Al Ghazali, terdiri dari empat tatanan. Tatanan pertama disebut dengan kepandaian yaitu kondisi jiwa yang dengannya kebenaran dapat dibedakan dari kesalahan. Kedua adalah keseimbangan  yaitu suatu kondisi jiwa peningkatan serta penurunan rasa marah dan syahwat yang dapat dikendalikan dan membawanya pada putusan akal. Tatanan ketiga adalah keberanian yang merupakan induknya daya, sedangkan yang terakhir adalah kesederhanaan yaitu  terdisiplinnya daya syahwat oleh akal dan hukum.

2.2. Definisi dan aspek-aspek kepribadian (kepribadian yang sehat, sakit dan dewasa),
a.       Kepribadian yang sehat
Kepribadian adalah kata yang begitu umum dipakai di dunia Psikologi, kepribadian seseorang bisa dinilai dari kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi dari berbagai orang dalam berbagai keadaan. Untuk definisi kepribadian hampir bisa dikatakan tidak ada suatu kesepakatan definisi dari keseluruhan pandangan yang pernah dilontarkan. Menurut Allport (1937) ia menemukan bahwa ada hampir 50 definisi berbeda yang digolongkannya kedalam sejumlah kategori. Allport sendiri memandang “kepribadian merupakan apa orang itu sesungguhnya”.
Sehat merupakan bagian dari harta manusia yang tak ternilai harganya. Sehat merupakan anugerah dari Sang Maha Pencipta untuk makhluk hidup melakukan perbuatan mulia sehingga sehat dapat di pandang indah untuk selalu disandang oleh individu yang sadar akan hal tersebut.
Maslow mengatakan bahwa kepribadian yang sehat adalah Individu yang dapat mengaktualisasikan dirinya. Individu yang sehat adalah individu yang dapat mengaktualisasikan diri dengan baik dan imbang, yang artinya mengaktualisasikan diri secara optimal. Mereka dapat kebutuhan untuk memenuhi potensi-potensi yang mereka miliki dan mengetahui dan memahami dunia sekitar mereka. [4]
Adapun Kepribadian yang sehat, yaitu perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1.      Menjalani hidup dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2.      Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3.      Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas,  atau mayoritas.
4.      Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5.      Memikul tanggung jawab.
6.      Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
7.      Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.

b.      Kepribadian yang sakit
Kepribadian yang sakit merupakan cerminan dari karakter yang tidak baik.
Adapun kepribadian yang sakit, ditandai dengan bebrapa hal:
1.      Mudah marah (tersinggung)
2.      Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3.      Sering merasa tertekan (stress atau depresi).
4.      Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
5.      Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
6.      Kebiasaan berbohong
7.      Senang mengkritik/ mencemooh orang lain
8.      Kurang memiliki rasa tanggung jawab
9.      Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
10.  Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
11.  Pesimis dalam menghadapi kehidupan
12.  Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan



c.       Kepribadian yang dewasa
Dalam diri individu yang dewawa kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada individu-individu yang sudah dewasa namun motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka. Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang dewasa menurut Allport yaitu :
1.      Perluasan diri. Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda.
Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.
2.      Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.
3.      Filsafat hidup. Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
4.      Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security).
5.      Realistic perceptions, skill, assignments, kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi diri lainnya.

2.3. Dinamika kepribadian (sikap, sifat, temperamen dan watak)
A.    Sikap
Sikap atau yang dalam bahasa inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecendrungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda, ataupun situasi-situasi yang mengenai dirinya.
 Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
1.      Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
2.      Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
3.      Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
4.      Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
5.      Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
B.     Sifat
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “Sifat” diartikan: Rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda.[5]
Kata “sifat” dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap (hampir tetap) pada seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat seseorang yang sebenarnya, memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, disamping pengetahuan psikologi sebagai dasarnya. Tergesa-gesa menentukan sifat tertentu pada seseorang adalah suatu perbuatan yang ceroboh dan sering kali menimbulkan salah terka.
Secara sederhana, sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh, dan cenderung bersifat tetap/stabil.

C.     Temperamen
Tempramen adalah gaya-prilaku karakteristik individu dalam merespon sesuatu yang dipengaruhi oleh konstitusi tubuhnya, misalnya cairan darah. Ada 4 golongan menurut keadaan zat-zat cair yang ada dalam tubuh, yaitu:
1.      Sanguinisi (yang banyak darahnya), sifatnya periang, gembira, optimis, lekas berubah-ubah stemming-nya.
2.      Kolerisi (yang banyak empedu kuningnya), sifatnya garang, hebat, lekas marah , agresif.
3.      Flegmatisi (yang banyak lendirnya), sifatnya lamban, tenang, tidak mudah berubah.
4.      Melankolisi (banyak empedu hitamnya), sifatnya muram, tidak gembira, pesimistis.

D.    Watak
Watak adalah struktur batin manusia yang tampak pada kelakuan dan perbuatannya, yang tertentu dan tetap. Ia merupakan ciri khas dari pribadi orang yang bersangkutan. Allport beranggapan bahwa watak  dan kepribadian  adalah satu dan sama, akan tetapi, dipandang dari segi yang berlainan. Kalau orang hendak mengadakan penilaian (jadi mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah “watak”; tapi kalau bermaksud menggambarkan bagaimana adanya (jadi tidak melakukan penilaian) lebih tepat dipakai istilah “kepribadian.”
Kerchensteiner mengemukakan sebagai berikut: “watak ialah keadaan jiwa yang tetap, tempat semua perbuatan, kemauan ditetapkan/ditentukan oleh prinsip-prinsip yang ada dalam alam kejiwaan.”
Jadi menurut Kerchensteiner watak manusia terbukti dalam kemauan dan perbuatannya. Kerchensteiner membagi watak manusi menjadi dua bagian, yakni watak biologis dan watak intelijibel. Watak biologis mengandung nafsu/dorongan insting yang rendah, yang terikat kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat diubah dan dididik. Sedangkan watak intelijibel ialah yang bertalian dengan  kesadaran dan intilijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa yang tinggi, seperti: kekuatan kemauan, kemauan membentuk pendapat atau berpikir, kehalusan dan perasaan.

2.4. Kesehatan mental (karakteristik dan gangguan kesehatan mental)
Kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.
Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Karakteristik kesehatan mental
A.    Karakteristik Personal
Kartini Kartono (2000:82-83), mengemukakan empat ciri-ciri khas pribadi yang bermental sehat meliputi:
1.      Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga orang mudah melakukan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan norma sosial serta perubahan social yang serba cepat.
2.      Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
3.      Dia senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup, dan selalu mengarah pada transendensi diri, berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
4.      Sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.[6]

Selain itu, karakteristik personal dari kesehatan mental adalah memiliki fisik yang sehat. Diakatakan sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun
Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.
B.     Karakteristik Intelektual
Karakteristik intelektual ini berkaitan erat dengan kemampuan individu untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya dalam kegiatan­kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas diri manusia. Pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan — kegiatan belajar, bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi dan berolahraga.
Menurut Syamsu Yusuf (1987); Kartini Kartono dan Jenny Andari (1989); WHO dari segi Intelektual karakteristik kesehatan mental itu adalah:
1.      Mampu berpikir realistik dan objektif
2.      Bersifat kreatif dan inovatif
3.      Bersifat terbuka dan fleksible, tidak difensif.
4.      Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidup.

C.     Karakteristik Sosial
Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya. Mampu untuk bekerja sama. Dalam hal ini individu diharapkan secara aktif berupaya memenuhi hak­hak pribadi tanpa melupakan atau melanggar hak-hak orang lain. Segala aktivitasnya ditunjukkan untuk mencapai kebahagiaan bersama. Dalam hal ini manusia harus memegang prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak-hak orang lain demi kepentingannya sendiri di atas kerugian orang lain.

D.    Karakteristik Emosional
Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang. Emosi menurut kebanyakan orang adalah keadaan seseorang yang sedang marah, padahal sebenarnya emosi itu tidak hanya pada saat seseorang marah saat bahagia pun itu juga disebut emosi. Kemarahan bisa juga disebut emosi negatif sedangkan senang bisa disebut emosi positif.
Jadi emosi dapat dikatan bentuk pengekpresikan diri dimana seseorang dapat mengendalikan situasi secara emosional baik itu positif maupun negative tergantntung individu itu menghadapi masalah. Bila individu itu dapat dengan baik mengendalikan emosi itu secara positive maka secara langsung perkembangan kesehatan mentalnya dapat dikatakan dengan baik.
Kesadaran emosi (emotional literacy) yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran terjadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.
Kebugaran emosi (emotional fitness) yang bertujuan mempertegas antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan. Mampu mengendalikan diri

E.     Karakteristik Moral Keagamaan
Menurut Syamsu Yusuf (1987) dari segi keagamaan, karakteristik kesehatan mental itu diantaranya:
1.      Beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajaran-Nya
2.      Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dalam beramal
3.      Berusaha untuk mengembangkan potensi dirinya secara positif karena ia sadar hal tersebut merupakan anugrah dari Tuhan
4.      Menanamkan moralitas dan rasa adil dalam diri serta memberikan manfaat bagi sekelilingnya

Gangguan kesehatan mental
Banyak hal yang dapat kita pelajari dan amati dari bagaimana cara menyimpulkan bahwa seseorang telah mengalami gangguan mental maupun ketidakwajaran dalam tingkah laku serta kehidupan. Menurut beberapa kalangan gangguan mental adalah istilah awam untuk merujuk pada berbagai macam perilaku menyimpang seseorang yang seringkali juga disebut sebagai perilaku abnormal
Seseorang bisa dikatakan mengalami gangguan mental apabila:
1.      Tingkah lakunya tidak sesuai dengan pola kehidupan masyarakat pada umumnya, semua itu dikarenakan obsesi terhadap suatu keadaan yang ingin dicapainya.
2.      Mempunyai tingkat kreatifitas luar biasa tinggi yang membuat masyarakat di sekitarnya tidak bisa memahami dan mengerti jalan pikirannya, sehingga seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
3.      Sering bahkan selalu melakukan kegiatan maupun membicarakan hal yang tidak bisa dicapainya serta menganggap dirinya telah berhasil menjadi apa yang diimpikan. Hal ini dibarengi dengan sikap pemberontakan jika ada yang mengingatkan dan membicarakan tentang kegagalannya.
Dari ketiga ciri utama diatas dapat kita simpulkan bahwa kata gangguan mental tidak hanya dipakai untuk mendefinisikan suatu penyakit penyempitan nadi otak saja, namun lebih dari itu kata gangguan mental juga disematkan kepada suatu kebiasaan dan prilaku yang dianggap menyimpang dari tatanan kehidupan bermasyarakat.
Namun demikian, dari ketiga ciri tersebut poin c menjadi fokus utama penanggulangan oleh dunia medis dan masyarakat kita saat ini, mengingat proses penyempitan ini sudah jelas merupakan suatu penyakit, sedangkat poin a dan b hanyalah suatu pola pikir serta kemampuan otak yang berbeda dari kebanyakan orang
Seorang psikolog bernama Linda De Clerq dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan (1994), menunjukkan empat kriteria yang bisa dipakai untuk memilah suatu kegangguan mentalan:
Pertama, penyimpangan dari norma statistik, di mana yang dijadikan ukuran adalah apakah perilaku seseorang itu menyimpang dari kebanyakan orang pada umumnya. Contohnya adalah apabila IQ rata-rata kebanyakan orang adalah 100, maka mereka yang mempunyai IQ di bawah 100 termasuk dalam kategori tidak normal. Di sini patokannya adalah frekuensi statistik.
Kedua, penyimpangan dari norma sosial. Yang dijadikan dasar dalam kriteria ini adalah norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang memiliki norma sosial bahwa orang harus menggunakan tangan kanan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, orang yang menggunakan tangan kirinya akan dianggap tidak normal. Patokan ini tentunya sangat bergantung pada masyarakat tertentu.
Ketiga, ketidakmampuan adaptasi tingkah laku.

2.5. Karakter sebagai pembentuk kepribadian manusia
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa karakter dan kapribadian adalah hal yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Pembentukan kepribadian pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter yang diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Keberhasilan pembentukan kepribadian dalam pendidikan karakter perlu didukung oleh (1) komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam menyukseskan penyelenggaraan pendidikan karakter; (2) konsistensi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan karakter; (3) keterpaduan dan keberlanjutan sIstem pengembangan program dan kegiatan pendidikan karakter; (4) pengarusutamaan pendidikan karakter dalam system pendidikan nasional; dan (5) penjaminan mutu pendidikan karakter; dan (6) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif dalam pendidikan karakter.

2.6. Kepribadian manusia perspektif pendidikan Islam
Menurut Ahmad Tafsir, manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa manusia mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banykanya potensi yang dimiliki.[7]
Dalam pribadi manusia terdapat segumpal dalrah yang sangat berpengaruh dalam menentukan pribadinya. Sebagaimana sabda Nabi:
...وَإِنَّ فِيْ الْجَسَدِ مُضْغَة إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدَ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدَ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبِ
Ketahuilah bahwa didalam jasad manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad, dan apabila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuialah, bahwa sesungguhnya itu adalah hati.[8] (HR Bukhari no. 52, Muslim no. 1599)
Secara implisit, Al-Qur’an menginformasikan bahwa manusia memiliki tiga aspek pembentuk totalitas yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan, ketiga aspek itu adalah:
1.      Jismiyah
2.      Ruhaniyah
3.      Nafsiyah
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 1-20 Allah menjelaskan tentang kepribadian manusia, disini ada tiga kepribadian manusia yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.


BAB III
PENUTUP
3.1. Keimpulan
Hubungan antara kepribadian dan karakter dapat diilustrasikan sebagai sebuah gunung es. Puncak gunung es (kepribadian) adalah apa yang pertama kali dilihat orang.
Didalam diri manusia terdapat segumpal daging, yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian manusia itu sendiri.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa manusia terdiri dari tiga aspek yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, yaitu jasmani, rohani dan nafsi.

3.2.  Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, dan bernilai ibadah bagi penulis/penyusunnya.
Selanjutnya, saya menyadari bahwa manusia tidak terlepas dari khilaf dan salah, dan saya juga menyadari bahwa banyak kekurangan dalam menyusun makalah yang sederhana ini karena keterbatasan ilmu dan materi yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran sangat saya harapkan agar kami bisa lebih baik dalam menyusun makalah.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (2008) Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro
Nawawi, Hadits Arba’in, (2013)Semarang: Pustaka Nuun.
Handoyo ,Iko dan Tijan (2010) . Model Pendidikan Karakter , Semarang : Widya Karya Press.
Syamsu Yusuf, (2007), Teori Kepribadian, Bandung:  Remaja Rosdakarya.
Anas Salahudin, (2013), Pendidikan Karakter, Bandung: Pustaka Setia
Fahmi Idrus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Greisinda Pres)
Kartini Kartono (2000), Hygiene Mental, Bandung: CV. Mandar Maju
Ahmad Tafsir, (2005) Ilmu Pendidikan Islam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 34



[1]  Handoyo ,Iko dan Tijan. 2010 . Model Pendidikan Karakter (Semarang : Widya Karya Press, 2010, hlm. 1

[2]  Syamsu Yusuf, Teori Kepribadian, (Bandung:  Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 3
[3]  Anas Salahudin, Pendidikan Karakter, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 42
[4]  Op. Cit . hlm. 161
[5]  Fahmi Idrus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Greisinda Pres), hlm. 155
[6] Kartini Kartono, Hygiene Mental (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000) hlm. 82

[7]  Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 34
[8]  Nawawi, Hadits Arba’in, (Semarang: Pustaka Nuun, 2013) hlm. 10
 

No comments:

Post a Comment