Monday, May 4, 2015

Filosofi Pendidikan Islam Tentang Proses Belajar Dan Mengajar



MAKALAH
Filosofi Pendidikan Islam Tentang Proses Belajar Dan Mengajar
Disusun dan Diajukan Dalam Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Disusun Oleh:
Kelompok 9
Fiqih Jourdan
Yuli Afra Lovita

Dosen Pembimbing:
Bustian, M.A

Mahasiswa Jurusan Tarbiyah/Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KERINCI
T.A. 2014/2015


BAB II
PEMBAHASAN
Filosofi Pendidikan Islam Tentang Proses Belajar Dan Mengajar
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan intraksi antara guru dan  murid dimana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Proses pembelajaran juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya intraksi antara pelajar, pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula.
Dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sebagai suatu proses intraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan proses evaluasi hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu lokasi dan jangka waktu tertentu.
A.  Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar
1.      Kompetensi Guru
Secara Etimologi, istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence. Kata competence diartikan dengan kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kompetensi berarti sebagai wewenang atau kekuasaan untuk menentukan dan memutuskan sesuatu.
Secara Terminologi, istilah kompetensi diartikan berbeda-beda oleh para ahli:
  1. Zakiah Daradjat mengartikan kompetensi sebagai kewenangan atau kecakapan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu.
  2. Robert Houston mengartikan kompetensi dengan kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas yang disertai dengan kemampuan, keterampilan dan kecakapan yang dituntut untuk itu.
  3. Nana Sudjana mengartikan kompetensi merupakan kemampuan dasar yang disyaratkan untuk memangku suatu profesi.
Jadi, berdasakan dari pendapat para ahli dan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan suatu kemampuan yang dimilikioleh seseorang baik berupa ilmu pengetahuan, keterampilan maupun kecakapan yang merupakan syarat untuk dapat melakukan suatu profesi atau pekerjaan.
Guru sebagai pendidik merupakan pekerjaan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus untuk melakukannya. Pada dasarnya tugas guru sebagai pendidik meliputi mendidik yang berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.[1]
Dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu sebagai berikut:
1)   Kompetensi Personal (Kepribadian)
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa dan berwibawa, menjadi teladan bagi mahasiswa dan berakhlak mulia. Bagi seorang guru kompetensikepribadian ini tidak bisa dinafikkan keberadaannya karena kepribadian dapat menentukan apakan guru menjadi pendidik atau Pembina yang baik atau malah menjadi perusak peserta didiknya dan menghancurkan masa depan peserta didiknya yang merupakan generasi penerus hari depan, baik yang masih di sekolah dasar maupun yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (remaja).
Menurut Imam Al-Gazali yang dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasyi, bahwa guru sebagai pendidik agar memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a)      Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap siswanya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.
b)      Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi mencari keridhaan Allah.
c)      Mencegah siswa dari berakhlak yang tidak baik dengan cara yang lemah lembut.
d)     Memperhatikan tingkat pemikiran mereka dan berbicara sesuai dengan kemampuan mereka.
e)      Jangan timbulkan rasa benci pada diri siswa terhadap satu cabang ilmu, tetapi bukakan jalan bagi mereka untuk cabang ilmu tersebut.
f)       Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatan.

2)      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik atau siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3)      Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan nasional. Seorang guru dapat dinilai berkompetensi secara professional apabila:
a.     Guru mampu mengembangkan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya
b.     Guru mampu melaksanakan peran-perannya secara berhasil
c.     Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan Pendidikan Nasional
d.    Guru mampu melaksanakan peranannya dalam proses pembelajaran dikelas
4)       Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial, baik sebagai tenaga profesional maupun sebagai warga masyarakat.
Hal-hal yang harus dilakukan pendidikan agama islam dalam kompetensi sosial adalah:
·         Berinteraksi dengan sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional
·         Berinteraksi dengan masyarakat untuk pelaksanaan misi masyarakat.

2.      Peserta Didik
Dalam paradigm pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.  Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.dari segi ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[2]

     Berikut ini adalah pengertian peserta didik dari sudut pandang Pendidikan Islam, yaitu :
a.    Muta’allim 
Muta’allim adalah orang yang sedang diajar atau orang yang sedang belajar. Muta’allim erat kaitannya dengan mua’allim karena mua’allim adalah orang yang mengajar, sedangkan muta’allim adalah orang yang diajar.
b.    Mutarabbi
Mutarabbi adalah orang yang dididik dan orang yang diasuh dan orang yang dipelihara.
c.    Muta’addib
Muta’addib adalah orang yang diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk menjadi orang baik dan berbudi.

Dalam bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik dan peserta didik. Istilah murid dalam Islam mengandung arti orang yang sedang belajar, menyucikan diri dan sedang berjalan menuju Tuhan. Sebutan anak didik mengandung arti guru menyayangi murid seperti anaknya sendiri, faktor kasih sayang guru terhadap anak didik adalah satu kunci keberhasilan pendidikan, sedangkan sebutan peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian perubahan istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi peserta didik, bermaksud memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses pembelajaran.
Sementara itu Abu Ahmadi menjelaskan bahwa peserta didik disebut juga anak didik atau terdidik yang terdiri dari para individu dan membaginya berdasarkan tahap perkembangan dan umur, menurut status dan tingkat kemampuan.
Dalam Islam peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak – anak yang sedang dalam pengasuhan dalam pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak – anak dalam usia sekolah, tetapi mencakup seluruh manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.  Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Saba’ Ayat 28

!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
Artinya :
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. 

B.  Pola sikap guru dan pola sikap siswa dalam interksi eduktif
1.      Pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi edukatif pada pendidikan islam.
a.    Pola keikhlasan
Pola keikhlasan, mengandung makna bahwa interaksi yang berlangsung bertujuan agar siswa dapat menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan tanpa mengharap ganjaran materi dari interaksi tersebut, dan menganggap interaksi itu berlangsung sesuai dengan panggilan jiwa untuk mengabdikan diri pada Allah dan untuk mengemban amanah yang diberikan. Rasa ikhlas yang ada pun, menimbulkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri guru untuk menjalankan tugas dengan baik.
S. Nasution, MA. yang mengatakan bahwa “ mengajar adalah usaha yang kompleks sehingga dengan kompleksnya tugas tersebut sukar menentukan bagaimana sebenarnya mengajar yang baik. Namun, kemudian ia menegaskan bahwa salah satu ciri guru yang baik adalah guru yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan saja kepada murid, melainkan senantiasa mengembangkan pribadi anak.[3] “Disinilah pendidikan Islam mempunyai sandaran dan dasar dari Al-Qur’an, sunnah dan peninggalan orang-orang dulu yang saleh, seperti sabda Rasulullah s.a.w :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْانَ وَعَلَّمَهُ
‘Yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا ُيفَقِّهُ فِي الدِّيْن
“ Barang siapa dikendaki oleh Allah dengannya kebaikan ia mengajarkan dalam agama.
b.    Pola kekeluargaan
Pada masa ini, guru menyisipkan dirinya dan siswa seperti orang tua dan anak. Artinya, mereka mempunyi tanggung jawab yang penuh dalam pendidikan tersebut, dan mencurahkan kasih sayang seperti menyayangi anak sndiri.
c.    Pola kesederajatan
Guru dalam interaksinya senantiasa memunculkan sikap tawadhu’ terhadap siswanya. Pola interaksi seperti ini membuat guru menghargai potensi yang dimiliki anak.[4] Dengan demikian pola yang dimunculkan bernuansa demokratis; guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan sesuatu yang belum dimengerti.
d.   Pola al-uswah al-hasanah
Pada pendidikan Islam klasik, interksi yang terjadi antara guru dan siswa tidak hanya terjadi pada proses belajar mengajar, tetapi berlangsung juga di tengah mesyarakat, di mana guru menjadi agen moral sekaligus model dari moral yang diajarkan.

2.      Pola sikap siswa terhadap guru dalam interksi eduktif
a.    Pola ketaatan
Ketaatan seorang siswa terhadap gurunya membawa barokah dalam proses pencarian ilmu. Untuk itu, maka siswa dalam interaksi dengan guru merupakan upaya mencari rhidho-nya (kerelaan hatinya) menjauhi amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak bertentangan dengan agama.
Gambaran ketaan siswa dalam interaksinya dengan guru dibagi dua yaitu pertama, ketaatan terhadap guru secara langsung, yaitu jangan berjalan didepan guru, jika bertamu kerumah guru hendaknya tidak mengetuk pintu, tetapi cukup menunggu diluar, dan duduk jangan terlalu dekat dengan guru duduklah sejauh antar busur panah. Kedua ketaatan terhadap keluarga guru, meghormati guru dan semua orang yang mempunyai ikatan keluarga dengan guru.

b.    Pola kasih sayang
Menurut Ibn Miskawih kewajiban cinta siswa terhadap guru berada diantara cinta terhadap Allah dan cinta kepada orang tua, karna menurut Ibn Maskawih, guru merupakan penyebab eksistensi hakiki kita dan penyebab kita memperoleh kebahagiaan sempurna.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

       Proses pembelajaran sebagai suatu proses intraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan proses evaluasi hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu lokasi dan jangka waktu tertentu.
Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar yang pertama, kompetensi guru. Secara Etimologi, istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence. Kata competence diartikan dengan kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Yang kedua Peserta Didik yaitu Dalam paradigm pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Bentuk pola sikap guru terhadap siswa yaitu pola keikhlasan kekeluargaan, kesederajatan dan uswah al-hasanah, sedangkan pola sikap siswa terhadap guru, yaitu ketaatan dan kasih sayang.










DAFTAR ISI


Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia (Rawamangun : Prenada Media, 2003)
Nelwati Sasmi, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: IAIN IB 2006)
S. Nasution, Asas-asas Pembelajaran, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1990 )
Salminawati. Filsafat Pendidikan Islam (Membangun Konsep Pendidikan Yang Islami), (Bandung  : Citapustaka Media Perintis, 2012)



[1] Sasmi Nelwati, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: IAIN IB Padang, 2006), Hal, 117
[2] Salminawati. Filsafat Pendidikan Islam (Membangun Konsep Pendidikan Yang Islami). 2012. Citapustaka Media Perintis. Bandung. Hlm. 140
[3] S. Nasution, Asas-asas Pembelajaran, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1990 ), h. 12.
[4] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo, 1998), hal. 50.
 

No comments:

Post a Comment