Thursday, January 23, 2014

MAKALAH CIVIC EDUCATION: Kelebihan Dan Kekurangan Otonomi Daerah

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OTONOMI DAERAH
MAKALAH
CIVIC EDUCATION
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1.    ANGGA HARDIANTO
2.    AZKA ANDI PUTRA
3.    NURHIDAYAT
4.    MUHAMMAD ZAKI AL-FIKRI
PRODI: BAHASA ARAB
SEMESTER: SATU
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KERINCI
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Ada dua ciri hakikat dari otonomi yakni  legal self sufficiency dan actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti  self government atau the condition of living under one’s own laws. Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Karena itu otonomi daerah menitik beratkan aspirasi daripada kondisi. Dari pemahaman tentang otonomi daerah tersebut, maka otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah: penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan Pemerintah pusat.
Berbicara otonomi daerah berarti berbicara tentang suatu spekrtum yang luas, karena hampir semua bangsa di dunia ini menghendaki adanya otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan dari intervensi pihak lain. Karena itu akan keperluan otonomi bukan hanya sebatas pada pemerintah daerah saja, tetapi juga pemerintah negara. Keperluan adanya otonomi dalam negara dilatarbelakangi oleh pengalaman masa lalu, karena keberadaan negara hanya dianggap sebagai instrument belaka dari kaum kapitalitas. Kondisi ini kemudian melahirkan konsepsi Marx tentang Instrumental State. Demikian halnya negara-negara social yang menghendaki adanya otonomi dari pengaruh partai politik (partai komunis) yang cendrung mengintervensi kehidupan negara. Dalam hubungan ini Negara menhendaki otonomi untuk memperkecil dan bahkan menghilangkan pengruh-pengaruh maupun intervensi kaum kapitalis atau sosialis.
Berbeda halnya dengan keperluan otonomi dalam pemerintahan lokal, yaitu untuk memperbesar kewengan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Karena itu keperluan otonomi pada tingkat lokal pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat dalam urusan rumah yangga daerah. Dalam negara kesatuan otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah daerah pusat, sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, yaitu otonomi daerah telah melekat pada negara-negara bagian, sehingga urusan yang dimiliki oleh pemerintah federal pada hakikatnya adalah yang diserahkan oleh negara bagian.
Konstelasi tersebut menunjukkan bahwa dalam negara kesatuan kecendrungan kewenangan yang besar berada di central government, sedangkan dalam negara federal kecendrungan kewenangan yang besar berada pada local government. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah dalam Negara kesatuan seperti Indonesia lebih banyak menggantungkan otonominya pada political will pemerintah pusat, yaitu sampai sejauhmana pemerintah pussat mempunyai niat baik untuk memperdayakan local government.melalui pemberian wewenagn yang lebig besar.
Dengan demkian hubungan ini dikenal adanya otonomi daerah yang terbatas dan otonomi daerah luas. Pada hakikatnya kedua bentuk otonomi tersebut hanya dibedakan oleh kewenangan yang dimiliki, yaitu untuk daerah yang memiliki otonomi terbatas hanya memiliki kewenangan yang relatif kecil, sedangkan daerah yang memiliki otonom yang laus cenderung memiliki kewenangan yang besar.
 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan kelebihan dan kekurangan otonomi daerah, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini.
Apa yang menjadi maksud dan tujuan dari otonomi daerah?
Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari otonomi daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah, sebagai salah satu bentuk ‘desentralisasi’ pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kapentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang labih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur. Pemberian, pelimpahan, dan penyerahan sebagian tugas-tugas.
Keberadaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka kesejahteraan rakyat, mengalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah secara tegas digariskan dalam GBHN adalah berorentasi pada pembangunan. Yang dimaksud dengan pembangunan adalah pembangunan dalam arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan. Adlah kewajiban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana mencapai kesejahteraan rakyat yang diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Berdasarkan pada ide yang hakiki dalam konsep otonomi daerah yang tercermin dalam kesamaan pendapat dan kesepakatan the founding fathers tentang perlunya desentralisasi dan otonomi daerah, ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi kepada daerag setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai berikut:
Dari segi politik adalah untuk mengikut sertakan, menyalukan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah.
Dari segi menejemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat semakin mandiri, an tidak terlalu banyak tergantung  pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses penumbuhanya.
Dari segi ekomonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat.
2.2 Keuntungan dan Kekurangan Otonomi Daerah
Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi ini, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah tingkat pusat maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.
Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini di lihat sangat penting, terutama untuk menjamin agar proses integrasi nasional dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Karena dalam sistem yang belaku sebelumnya sangat dirasakan oleh daerah-daerah besarnya jurang ketidakadilan struktural yang tercipta dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah. Untuk menjamin perasaan diberlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah Indonesia tidak makin meluas dan terus meningkat pada gilirannya akan sangat membahayakan integrasi nasional, maka kebijakan otonomi daerah ini dinilah mutlak harus diterapkan dalam waktu yang secepat-cepatnya sesuai dengan tingkat kesiapan da- erah sendiri.
Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah, tetapi perlu juga diwujudkan atas dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandiriaan pemerintahan daerah sendiri sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah itu. Dalam kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah itu tidak akan berhasil apabila tidak diimbangi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri.
Beberapa keuntungan dengan menerapkan otonomi daerah dapat dikemukakan sebagai berikut ini.
Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari Pemerintah pusat.
Dalam sistem desentralisasi, dpat diadakan pembedaan (diferensial) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teretorial, dapat lebih muda menyesuaikan diri pada kebutuhan atau keperluan khusu daerah.
Dengan adanya  desentralisasi territorial, daerah otonomi dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan diseluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih muda untuk diadakan.
Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat.
Dari segi psikolagis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan memutuskan yang lebuh beser kepada daerah.
Akan memperbaiki kualitas pelayanan karena dia lebih dekat dengan masyarakat yang dilayani.
Di samping kebaikan tersebut di atas, otonomi daerah juga mengandung kelemahan sebagaimana pendapat Josef Riwu Kaho (1997) antara lain sebagai berikut ini.
Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah kompleks, yang mempersulit koordinasi.
Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu.
Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya  apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme.
Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan yang bertele-tele.
Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan kelebihan dan kekurangan otonomi daerah, maka simpulan dapat diuraikan berikut ini.
Pemberian kewenangan yang seharusnya diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintaah daerah (hubungan kewenangan) adalah sebagai konsekuensi logis untuk tercapainya maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah, serta untuk imbalan terhadap kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya.
a). Kelebihan dari Otonomi Daerah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya otonomi daerah para pelaksana tingkat daerah akan lebih mudah mengambil keputusan. Hal ini secara tidak langsung telah mendidik para pengambil keputusan pada tingkat bawah untuk bertanggung-jawab atas keputusan yang diambil. Selain itu, dengan adanya otonomi daerah akan terbangun kesadaran publik bahwa mereka memiliki pemerintahan dan bukan pemerintahan yang memiliki masyarakat, karena rakyat merupakan konsep kebangsaan, yaitu kedaulatannya berada di tangannya.
b). Kekurangan dari Otonomi Daerah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan di seputar otonomi daerah yang tidak kunjung selesai dan bahkan telah memunculkan ide beberapa daerah untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dinilai kurang adil pembagiannya, karena ternyata daerah hanya memperoleh sebagian kecil dari potensi yang dimilikinya. Di sisi lain pemerintah daerah juga diperhadapkan pada  berbagai tantangan baik internal maupun eksternal. Tantangan internal yang dihadapi oleh pemerintah antara lain adalah lemahnya sumber daya aparatur pemerintah daerah, sementara masyarakat telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga tuntutan terhadap pengelolaan pemerintahan daerah yang sangat demokratis akan mewarnai perjalan pemerintahan itu sendiri. Sedangkan secara eksternal pemerintah daerah diberhadapkan pada arus perubahan yang semakin cepat dan mengglobal yang harus direspons oleh pemerintah daerah..
Saran
Berdasarkan bahasan pada paparan tersebut, adapun saran terhadap keuntungan dan kekurangan otonomi daerah, yaitu berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk keberhasilan otonomi daerah adalah perlu kepemimpinan yang kuat pada tingkat pertama dengan visi yang jelas. Selain itu otonomi daerah memerlukan profesionalisme dalam pemerintahan serta memerlukan solidaritas kolektif antara aparatur dengan sektor masyarakat, swasta maupun kelompok sosial budaya.
Selain itu di sisi lain, berbagai masalah dan tantangan tersebut tidak dapat dihindari oleh pemerintah daerah di Indonesia masa depan. Karena itu, agar menjaga pemerintah daerah tetap eksis dan survive dalam kompetisi global, maka tidak ada jalan lain selain harus melakukan reformasi. Reformasi pemerintah daerah dalam memasuki abad 21 mempunyai makna perubahan dan pembaruan atas berbagai kelemahan yang menimbulkan permasalahan-permasalahan masa lalu dan juga sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi tuntutan perubahan global yang sarat dengan berbagai tantangan yang kesemuanya menunjukkan adanya arus balik kekuasaan pusat ke daerah. Karena itu, salah satu sasaran reformasi pemerintah daerah adalah untuk membentuk organisasi pemerintah daerah yang mampu menjawab permasalahan yang terjadi selama ini dan juga mampu memenuhi tuntutan perubahan global.
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, BN. Otonomi Daerah 1945-2005. Jakarta: CV Muliasari, 2005.
Mughni, A. Syafig. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Papringan Yogyakarta, 2007.
Sarundajang, SH. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.
Widjaja, AW. Titik Berat Otonomi. Jakarta: CV Rajawali, 1992.

No comments:

Post a Comment